RSS
Post Icon

Contoh Drama "MENEBAK ARAH LANGKAH MANOARAH"

MENEBAK ARAH LANGKAH MANOARAH
Wawancanda dengan Saut Poltak Tambunan

Huru hara berita Manoarah masuk kantong Pemred Foeza Hutabarat. “Kamu wawancarai dengan cara apa saja tentang berita apa saja yang bicara Manohara!” Aku nunut. Tapi ini hal mustahil! Jauh panggang dari api, Manoarah bisa kuwawancarai. “Coba kamu cari akhli Manoarah,” saran Redpel Kardy Sayid,”Cari di facebook!” Facebook? Buku berwajah banyak orang? Aku nunut. Benar, ada banyak wajah di FB. Dari sekian banyak wajah itu aku tertarik dengan potret unik SAUT POLTAK TAMBUNAN. Berikut wawancanda tersebut usai disensor redpel Kardy Syaid.

Tandi: Elok tak elok, apa pula yang terpikir di benak awak nih soal akar masalah Manoarah?
Poltak: Buruk ranjang, cermin pun berlari. Itulah pula arah langkah Manohari.
Tandi: Apa betul soaL kekerasan seksual?
Poltak: Alah mak jangggggg! Dari 63.436.234 wanita bersuami di Indonesia hampir tiap malam merasakan kekerasan seksual. Tak ada yang protest. Tidak pula raun-raun lapor televisi. Elok kau lihat di Rumah Sakit Korban Lelaki, kau tengoklah itu wanita-wanita berbadan elok akibat kekerasan seksual. Tak satu jua yang melapor ke Komnas Ham. Tak ada jua yang datang ke Komisi Perempuan Kesakitan KPK.
Tandi: Kalau bukan kekerasan seksual, apa pula latar belakangnya?
Poltak : Latar belakangnya yah sudah jelas lahhh. Berakir-rakit ke Kelantan, berenang-renang ke Jawa menyebrang. Bersakit-sakit di Kelantan, bersenang-senang masuk infotainment kejar tayang.
Tandi: Mantap! Itulah yang hendak aku tanya. Sikit-sikit bisakah awak bercerita?
Poltak: Manoarah dan Sultan Jawer berbeda rasa dalam hal bersantap malam. Sultan Jawer lebih berharap makan bersulang jemari. Akan halnya Manoarah lebih suka bersendok garpu. Sultan lebih suka bangau.
Tandi: Apa pula maksud awak ni?
Poltak:Setinggi-tinggi terbang bangau akhirnya kembali ke kubangan ranjang juga.
Tandi: Bila Sultan suka bangau. Bagaimana pula kesukaan Manoarah?
Poltak: Manoarah lebih suka ikan.
Tandi: Ikan?
Poltak:Iyalah ikannnn. Lain lubuk lain ikannya, lain sultan lain rasanya.
Tandi: Salah lah itu. Yang benar lain lubuk lain ikannya, lain belalai lain rasanya.
Poltak: Macam mana pula kau, Tandi! Sultan Jawer juga manusia. Pastilah dia punya belalai.

(Saut Poltak lahir di Ambalat, 31 Pebruari 1963. Seorang pembuat lakon cerita sekaligus askar Departemen Keuangan Kerajaan. Maka tak aneh, manakala card yang terjepit di sakunya itu berlabel dua. Siang berlabel Departemen Keuangan. Sore hingga malam berlabel Redaktur Majalah Kuncung. Salah satu lakon cerita bertajuk “Hargailah Diriku’ telah diproduksi menjadi lakon wayang. Alkisah, berkat lakon Hargailah Diriku itu, lakon-lakon Saut Poiltak Tambunan dihargai mahal.)

Tandi:Konon menurut berita burung sultan suka main silet tehadap Manoarah.
Poltak: Itu juga betul.
Tandi: Kenapa bisa begitu?
Poiltak:Alkisah, selalu sahaja, sultan tak bisa tidur sebelum mendengar sandiwara radio bertajuk Api Di Bukit Manoreh.
Tandi:Ya! Yang pernah disarkan televisi-televisi Indonesia. Itu kan cerita silat.
Poltak: Betul kau bilang itu cerita silat. Tapi didengar sultan itu cerita silet.
Tandi:Silat? Silet? Beda lah antara silat dan silet.
Poltak:Di situlah akar masalahnya. Sultan rasa bila bisa bermain silet maka jadilah sang pejantan tangguh. Tanpa silat silet tak bisa pula hentak-hentak bersetubuh. Pokoknya, cam mana ada berlaku di lakon Api di Bukit Manoreh, berlaku pula terhadap sang istri Manoarah. Silet sana, silet sini, silat lidah, silat silit…. Bergaulah suami istri itu seperti layaknya lakon Api di Bukit Manoreh.
Tandi: Bergaul apa pula?
Poltak: Bergaul berguling-guling lah…
Tandi: Alah makkkkk itu kan biasa.
Poltak:Tapi hal biasa itu menjadi luar biasa yang lama-lama bila tak dicegah bisa menjadi binasa.
Tandi:Kenapa pula luar biasa menjadi binasa?
Poltak: Manorah tidak bisa bergaya melayu. Dia bilang ke aku “Oalah, Poltak….Poltak! Piye kowe itu, Tolle! Yah ndak bisa loh. Masa bergaul suami istri disuruh mlayu-mlayu. Alias lari-lari. Udan sing gede nyembeleh gajah kurang banyu, gajahe mlayu-mlayu. Iya ndak bisa.”
Tandi: Oh….. Itu karena Manoarah orang Jawa.
Polta:Padahal Sultan selalu bilang “Tak kan Melayu hilang ditelan Jaman.”

(Saut Poltak Tambunan dikenal manusia Jawa sebagai novelis yang humanis. Suatu saat ketika Tandi Skober berbaju kumuh tidak bermerk bagus, dibelikannya hem-hem lembut bermerk arrow yang bila dipakek…..lembut di kulit. Hmm, baju itu sekarang entah dimana. Juga dia pintar bertetangga. “Pas Hari Raya Iedul Fitri,”ucap Iing Somantri tetangga Poltak,” Mau mudik tak ada duwit. Eh, Pa Poltak bawa mobil toyota yang mirip kaleng kerupuk itu. Ia mengajak kami sekeluarga mudik ke kampung. Dia yang jadi supir, yang isi bensin yang beli ini itu” Konon amalan baik inilah yang membuat cinta Poltak tidak ditolak gadis Menado berdarah Indonesia.)

Tandi:Sekarang ke mana sebenarnya arah langkah Manoarah setelah ada di Indonesia?
Poltak: Kuda Troya Ambalat!
Tandi : Jadi gara-gara Manoarah akan terjadi perangggggggggg?
Poltak: Salah itu! Sultan Jawer bicara sama aku ,”Ambilah Manoarah itu, tapi ambalat aku ambil, gimana?”
Tandi: Loh? Ambalat ditukar dengan Manoarah?
Poltak: Kenapa tidak? Sisi lainnya, implikasi Ambalat dan Manoarah akan membuat adanya peningkatan anggaran angkatan perang Indonesia.
Tandi: Aku kurang mengerti.
Poltak: Begini Tandi jelekkkk! Ambalat dan Manoarah adalah kartu truf! Angkatan Perang Sultan Jawer jauh lebih berkualitas dibandingkan angkatan perang Indonesia. Jadi tanpa anggaran yang proporsional maka di atas kertas Indonesia kalah.

Tiba-tiba……Kardy Syaid berteriak”Stoppppppppppppppppp!”
Aku diam! Saut Poltak Tambunan malu-malu kucing, permisi mau kencing.
Langit redup di atas Ambalat.
Seorang penjual jamu gendong bernama Reni Teratai Air sodorkan puisi kuliner:
Secangkir kopi pahit (bukan sisa kemarin)
Sekerat rendang warung makan padang
Sekepal nasi putih pulen
Sebentuk hati yang terbelah
Ke arah mana angin Ambalat membawa langkah Manoarah…

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Posting Komentar